Selasa, 22 November 2011

Oseanografi is Oceanography
Oseanografi merupakan kajian ilmu mengenai samudera/lautan dengan berbagai proses di dalamnya. Secara umum osenografi dibedakan menjadi oseanografi fisik, kimia, biologi dan geologi. Oseanografi fisik khusus mempelajari segala siat dan karakter fisik yang membangun system fluidanya. Oseanografi kimia melihat berbagai proses aksi dan reaksi antar unsur, molekul atau campuran dalam system samudera yang menyebabkan perubahan zat secara reversible atau ireversibel. Oseanografi biologi mempelajari sisi hayati samudera guna mengungkap berbagai siklus kehidupan organisme yang hidup di atau dari samudera. Oseanografi geologi memfokuskan pada bangunan dasar samudera yang berkaitan dengan struktur evolusi cekungan samudera.
Terdapat beberapa aspek penting perlunya dilakukan kajian khusus tentang samudera/lautan. Pertama adalah laut merupakan sumber makanan. Adanya faktor-faktor fisik air laut, sepeti temperatur dan perubahan arus dapat menyuburkan laut. Kedua laut digunakan oleh manusia untuk berbagi aktvitas. Manusia banyak menggunakan laut, seperti untuk transportasi, pengeboran minyak dan gas, rekreasi, berenang, perikanan dan lain-lain. Ketiga laut mempengaruhi kondisi cuaca dan iklim. Laut mempengaruhi distribusi hujan, kemarau, banjir dan kondisi lingkungan suatu daerah.
Tujuan mempelajari Oseanografi fisik adalah untuk memahami sifat-sifat fisik air laut, seperti  temperatur, salinitas dan densitas. Selain itu juga untuk mendeskripsikan proses-proses penting yang mempengaruhi air laut, seperti interaksi laut dengan atmosphere, distribusi angin, distribusi arus, distribusi panas serta distribusi massa air.
Dimensi Samudera
Dimensi samudera merupakan 70,8% permukaan bumi dengan luas mencapai 361.254.000 km2. Menurut definisi internasional terdapat tiga samudera, yaitu Samudera Atlantik (181,34 x 106 km2), Samudera Pasifik (74,12 x 106 km2) dan Samudrea India (106,57 x 106 km2). Lebar samudera berkisar antara 1500 km hingga 13.000 km dengan kedalaman antara 3 hingga 4 km.
Zonasi Lautan
Ekosistem laut dapat dipandang dari dimensi horizontal dan vertikal (Gambar 1). Secara horizontal, laut dapat dibagi menjadi dua yaitu laut pesisir (zona neritik) yang meliputi daerah paparan benua dan lautan (zona oseanik). Zonasi perairan laut dapat pula dilakukan atas dasar faktor-faktor fisik dan penyebaran komunitas biotanya. Seluruh perairan laut terbuka disebut sebagai daerah pelagis. Organisme pelagis adalah organisme yang hidup di laut terbuka dan lepas dari dasar laut. Zona dasar laut  beserta organismenya disebut daerah dan organisme bentik.
Pembagian wilayah laut secara vertikal dilakukan berdasarkan intensitas cahaya matahari yang memasuki kolom perairan, yaitu zona fotik dan zona afotik. Zona fotik adalah bagian kolom perairan laut yang masih mendapatkan cahaya matahari. Pada zona inilah proses fotosintesa serta berbagai macam proses fisik, kimia dan biologi berlangsung yang antara lain dapat mempengaruhi distribusi unsur hara dalam perairan laut, penyrapan gas-gas dari atmosfer dan pertukaran gas yang dapat menyediakan oksigen bagi organisme nabati laut. Zona ini disebut juga sebagai zona epipelagis. Pada umumnya batas zona fotik adalah hingga kedalaman perairan  50-150 meter. Sementara itu, zona afotik adalah  secara terus menerus dalam keadaan gelap tidak mendapatkan  cahaya matahari (Dahuri et al, 2001).
Secara vertikal, zona afotik pada kawasan pelagis juga dapat dibagi lagi kedalam beberapa zona, yaitu  :
  • 1. Zona mesopelagis, zona ini merupakan bagian teratas dari zona afotik sampai kedalaman 700 – 1000 meter atau hingga isoterm 10o C.
  • 2. Zona batipelagis terletak pada daerah yang memiliki suhu berkisar antara 10o-4o C dengan kedalaman antara 700-1000 m dan 200 – 400 m.
  • 3. Zona abisal pelagis, terletak diatas dataran pasang surut (pasut) laut sampai kedalaman 600 m.
  • 4. Zona hadal pelagis, zona ini merupakan perairan tebuka dari palung laut dalam dengan kedalaman 6000 hingga 10.000 m.
Pembagian zona dasar laut atau bentik berkaitan erat dengan ketiga zona pelagis pada daerah afotik yang telah diuraikan di atas. Zona batial adalah daerah dasar yang mencakup lereng benua sampai kedalaman 4000 m. Zona abisal termasuk dataran abisal yang luas dari palung laut dengan kedalaman antara   6000-10.000 m.
Zona bentik dibawah zona neritik pelagis pada paparan benua disebut sublitoral atau zona paparan. Zona ini dihuni berbagai organisme dan terdiri dari beberapa komunitas seperti padang lamun, rumput laut dan terumbu karang. Daerah pantai yang terletak diantara pasang tertinggi dan surut terendah  disebut zona interlidal atau litoral. zona litoral merupakan daerah peralihan antara kondisi lautan ke kondisi daratan sehingga berbagai macam organisme terdapat dalam zona ini.

BAB II. PROPERTI AIR

Pengetahuan tentang properti air memberikan gambaran tentang karakteristik lingkungan laut. Air memiliki massa molekul 18. Perbandingan air dengan komponen hydrogen yang lain menunjukkan bahwa air seharusnya membeku pada temperatur -100oC dan mendidih pada temperatur -80oC. Pada kenyataannya air membeku pada temperatur 0oC dan mendidih pada temperatur 100oC. Alasan untuk anomali air ini adalah kaena struktur molekulnya. Molekul air mengandung satu atom oksigen ang terikat pada dua atom hydrogen. Sudut antara ikatan atom tersebut adalah 105o. Perbedaan elektrik antara atom oksigen dan hydrogen adalah atom hydrogen membawa muatan positif, sementara atom oksigen membawa muatan negative. Oleh karena struktur kutub, molekul air mempunyai ketertarikan satu samalain dan cenderung membentuk kelompok-kelompok yang diikan oleh ikatan intermolekul lemah yang disebut ikatan hydrogen.
Dengan bertambahnya temperatur air tawar diatas 0oC, energi molekul juga akan bertambah dan berlawanan dengan kecenderungan membentuk kelompok-kelompok parsial. Molekul secara individu dapat bersama lebih dekat mengisi ruang-ruang yang ada dan menambah densitas air. Walaupun demikian dengan betambah tersebut, temperatur akan memberikan lebih banyak energi kepada molekul dan rerata jarak antaranya bertambah sehingga menyebabkan pengurangan densitas. Pada temperatur antara 0oC dan 4oC, pengaruh orde yang dominant adalah pada peningkatan temperatur termal.

Pengaruh garam terlarut
Unsur terlarut dalam cairan mempunyai pengarh menambah densitas cairan tersebut. Semakin banyak jumlah ang terlarut, akan semakin besar pengaruhnya. Hal ini terjadi juga pada air. Densitas air tawar mendekati 103 kgm-3 dan rerata densitas air laut adalah 1,03 x 103 kgm-3 .
Pengaruh lain yang penting dari unsur-unsur terlarut adalah menurunkan titik beku cairan. Hal ini karena garam terlarut mempunyai kecenderungan dimana molekul air membentuk kelompok-kelompok orde sehingga densitas hanya diatur oleh pengaruh pengembangan termal.

BAB III. TEMPERATUR

Temperatur merupakan ukuran energi gerakan molekul dan dinotasikan dengan T. Satuan internasional untuk temperatur adalah oK (Kelvin) atau oC (Celcius), dimana :
t [oC] = T [oK] – 273,15
Perubahan tekanan, evaporasi, hujan, masukan air sungai serta pembekuan dan pencairan es merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi temperatur dan salinitas permukaan air laut. Perubahan temperatur dan salinitas dapat menaikkan atau menurunkan densitas permukaan air laut. Jika air di permukaan masuk ke perairan yang lebih dalam, hal tersebut akan menimbulkan hubungan antara temperatur dan salinitas yang dapat dimanfaatkan untuk mengukur perubahan laut dalam. Temperatur, salinitas dan tekanan digunakan untuk mengkalkulasi densitas.
Distribusi temperatur di permukaan laut cenderung membentuk zonasi, bervariasi secara horisontal sesuai garis lintang dan secara vertikal sesuai kedalaman. Temperatur juga penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Seperti kita ketahui bersama bahwa organisme laut bersifat poikilotermik/ektotermik, artinya temperatur tubuhnya dipengaruhi oleh temperatur masa air di sekitarnya.
Secara umum terdapat empat zona biogeografik berdasarkan temperatur, yaitu : kutub, tropik, beriklim sedang-panas dan beriklim sedang-dingin Temperatur di laut mengalami penurunan drastis pada kedalaman 50-300 m (zona termoklin). Lapisan termoklin terjadi sepanjang tahun di perairan tropik, di daerah beriklim sedang terjadi pada musim panas dan di kutub tidak ada. Temperatur juga berpengaruh terhadap kerapatan air laut. Air laut yang hangat kerapatannya lebih rendah dari air yang dingin pada salinitas yang sama.
Temperatur suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari, posisi matahari, letak geografis, musim, kondisi awan serta proses interaksi antara air dan udara. Rata-rata radiasi matahari yang mencapai bumi dan menembus atmosfir hanya sekitar 70%. Sebesar 30% lainnya dikembalikan ke angkasa oleh awan dan partikel debu. Dari sekitar 70% yang ada,  sebanyak 17% diserap atmosfer, 23% sampai ke atmosfer sebagai difusi cahaya siang hari dan 30% sampai ke permukaan bumi sebagai sinar matahari langsung.
Distribusi Temperatur Permukaan
Intensitas insolasi (radiasi matahari yang benar-benar sampai ke permukaan bumi) terutama tergantung pada sudut dimana sinar matahari mengenai permukaan. Distribusi temperatur di permukaan bumi bervariasi terhadap lintang dan musim karena sumbu bumi mengikuti orbitnya mengitari matahari.
Temperatur permukaan laut tergantung pada insolasi dan penentuan jumlah panas yang kembali diradiasikan ke atmosfer. Temperatur rata-rata laut adalah 3,8OC, namun pada daerah ekuator temperatur rata-rata lebih rendah dari 4,9OC. Pada lapisan perairan dimana terjadi perubahan suhu secara drastis pada kedalaman perairan, dengan temperatur 8-15OC disebut sebagai lapisan termoklin. Pada daerah tropis, lapisan termoklin terjadi pada kedalaman 150-400 meter, sedangkan pada daerah subtropis, lapisan ini terjadi pada kdalaman 400 – 1000 meter.
Panas juga ditransfer di sepanjang permukaan laut melaui konduksi dan konveksi serta pengaruh penguapan. Jika permukaan laut lebih panas dari udara di atasnya maka panas dapat ditransfer dari laut ke udara. Panas yang hilang dari laut ke udara di atasnya terjadi melalui proses konduksi. Namun demikian, kehilangan panas tersebut tidak penting untuk total panas lautan dan pengaruhnya dapat diabaikan kecuali untuk percampuran konvektif oleh angin yang memindahkan udara hangat dari permukaan laut.
Penguapan (transfer air ke atmosfer sebagai uap air) yaitui mekanisme utama dimana laut kehilangan panasnya sekitar beberapa magnitude dibandingkan yang hilang melalui konduksi dan percampuran konvektif. Laju kehilangan panas dalam proses penguapan merupakan perkalian antara panas laten penguapan dan laju penguapan.

Distribusi Tempertur Terhadap Kedalaman
Secara umum, temperatur di laut akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Pada kedalaman 200-300 meter dan 1000 meter, temperatur akan turun dengan cepat. Daerah ini dikenal sebagai termoklin permanen. Pada lapisan 1000 meter kebawah menuju dasar laut tidak  mengalami variasi musiman dan temperatur turun perlahan antara 0oC dan 3oC.
Di atas termoklin pemanen, distribusi temperatur terhadap kedalaman menunjukkan variasi musiman terutama di lintang tengah. Pada musim dingin, ketika temperatur rendah dankondisi di pemukaan kasar sehingga lapisan permukaan tercampur akan melebar ke termoklin pemanen. Pada musim panas, temperatur permukaan naik, kondisinya kuang kasar dan termoklin musiman sering terbentuk di atas termoklin pemanen.
Termoklin musiman terbentuk pada musim semi dan maksimum (laju perubahan tempeatur terbesar/gradien temperatur paling tajam) terjadi pada musim panas. Angin musim dingin ang dingin dan kuat meningkatkan kedalamn termoklin musiman dengan cepat dan menurunkan gradien tempeatur, selanjutnya lapisan campuran akan mencapai ketebalan penuh sebesar 200-300 meter.
Di lintang rendah (ekuator) tidak terdapat musim dingin, sehingga termoklin musiman menjadi pemanen dan bergabung dengan termoklin pemanen pada kedalaman 100-150 meter. Di lintang tinggi ang lebih besar dari 60o, tidak ada termoklin pemanen.

BAB IV. SALINITAS

Definisi sederhana dari salinitas adalah jumlah total material terlarut (gram) dalam satu kilogram air laut. Sedangkan definisi lebih lengkap dari salinitas adalah jumlah total material padat (gram) yang dilarutkan dalam satu kilogram air laut setelah karbonat diubah menjadi oksida, bromine dan iodine dikembalikan oleh chlorin dan semua bahan organik telah dioksidasi secara menyeluruh. Salinitas adalah proporsi jumlah chlorin dalam air laut, didefinisikan dengan :
S = 0,03 + 1,805 Cl
Konsentrasi rata-rata garam terlarut di laut adalah 3,5% terhadap berat atau dengan bagian per seribu (35 ppt). Tabel   menyajikan daftar 11 ion utama yang membentuk 99,9% unsur terlarut air laut.
Konsentrasi rata-rata ion utama dalam air laut dalam o/oo adalah sebagai berikut:
Total ion negative (anion) = 21,861 :
-  Klorida (Cl-) = 18,980
-  Sulfat (SO42-) = 2,649
-  Bikarbonat (HCO3-) = 0,140
-  Bromida (Br-) = 0,065
-  Borat (H2BO3-) = 0,026
-  Florida (F-) = 0,001
Total ion positif (kation) = 12,621 :
-  Sodium (Na+) = 10,556
-  Magnesium (Mg2+) = 1,272
-  Kalsium (Ca2+) = 0,400
-  Potasium (K+) = 0,380
-  Strontium (Sr2+) = 0,013
Jumlah total salinitas = 34,482
Salinitas bervariasi tergantung pada keseimbangan antara penguapan dan presipitasi serta percampuran antara air permukaan dan air kedalaman. Secara umum, perubahan salinitas tidak mempengaruhi proporsi relatif ion-ion utama. Konsentrasi ion-ion berubah dalam proporsi yang sama yaitu rasio ioniknya tetap konstan. Meski demikian, untuk beberapa lingkungan laut seperti laut-laut tertutup, cekungan, daerah yang luas serta dalam sediment laut, terdapat kondisi dimana rasio-rasio ion menyimpang jauh dari normal.
Distribusi salinitas terhadap kedalaman
Salinitas ditentukan oleh keseimbangan presipitasi dan penguapan di permukaan. Pengaryh fluktuasi permukaan umumnya kecil untuk perairan di bawah 1000 meter, dimana salinitas air antara 34,5 dan 35 di semua lintang. Zona dimana salinitas bekurang terhadap kedalaman ditemukan pada lintamg rendah dan menengah, yaitu antara lapisan permukaan campuran dan bagian atas lapisan dalam dimana salinitas konstan. Zona tersebut dikenal sebagai haloklin.

Distribusi salinitas permukaan
Salinitas air permukaan laut maksimum di tropis dan lintang subtropics dimana penguapan melampaui pesipitasi. Daerah ini berhubungan dengan adana padang pasir ang panas di lintang ang sama. Salinitas berkurang ke arah lintang tinggi maupun ke arah ekuator. Modifikasi local mengalahkan pola regional terutamaang dekat dengan darat.
Salinitas pemukaan bekurang akibat ai tawar dari mulut sungai-sungai besar dan akibat melelhnya es dan salju di lintang tinggi. Sebalikna salinitas pemukaan cenderung tinggi di laguna dan cekungan laut dangkal, tertutup lainna di lintang rendah dimana terjadi peguapan tinggi dan terbatasnya aliran air yang masuk ke daratan.

BAB V. SIRKULASI MASSA AIR

Iklim dan cuaca di bumi merupakan hasil gerakan massa udara yang dikarakterisasi oleh kombinasi temperatur, kelembaban dan tekanan tertentu. Dengan cara yang sama, massa air di laut bergerak secara vertical dan horizontal dan dicirikan oleh temperatur (T), salinitas (S) dan karakter lain yang digunakan untuk mengenali air dan melacak gerakannya.
Batas massa air terbentuk di bagian teratas dari laut, mulai dari air permukaan atau dekat permukaan hingga ke dasar termoklin permanen. Kondisi tersebut diidentifikasi dari temperatur, salinitas dan property lain, termasuk komunitas organisme yang hidup di dalamnya. Air bergerak lebih lambat dari udara sehingga massa air kurang bervariasidan batasna tidak banyak berubah walaupun dalam skala dekade atau abad.
Secara umum, sirkulasi massa air di laut terdiri dari massa air permukaan (upper water mass) yang meliputi semua air yang terdapat di atas daerah termoklin dan massa air dalam (deep water mass) yang terdapat di bawah termoklin sampai dasar laut. Massa air permukaan selalu bergerak, terutama ditimbulkan oleh angin yang dapat menimbulkan ombak (gelombang) dan arus.
Sirkulasi vertikal laut diatur oleh variasi temperatur dan salinitas yang dikenal sebagai sirkulasi termohalin. Prinsip utama sirkulasi ini adalah bahwa massa air yang dingin dan berat dari lintang tinggi turun menyebar di bawah termoklin permanent.
Inhomogenitas laut terjadi dalam bermacam skala, dan massa air merupakan skala terbesar. Proses percampuran bertindak menyamakan inhomogenitas tersebut dimana percampuan dapat berjalan sangat lambat seperti difusi kolekul dan proses-proses percampuran turbulen yang sangat cepat.
Air laut biasanya bergerak dalam aliran turbulen dan jarang dalam aliran laminar. Perbedaan kedua aliran tersebut diilustrasikan pada Gambar. Bila fluida bergerak dalam aliran laminar, maka percampuran terjadi terutama oleh difusi molekul. Turbulensi dapat mendekati air dengan karakteristik yang berbeda. Hal ini melibatkan percampuran ang besar. Di lautan, percampuran banyak terjadi disebabkan oleh difusi turbulen ang lebih cepat daripada difusi molekul.
Turbulensi di laut berkaitan dengan proses-proses berskala besar seperti gerakan gelombang oleh angin, pembalikan konvektif akibat perbedaan densitas, arus geser vertikal atau lateral, gerakan air melalui lantai laut ang tidak rata atau di sepanjang pantai yang tidak rata serta arus pasang surut yang bervariasi terhadap waktu dan tempat.

BAB VI. ARUS

Sebagai akibat daeri perbedaan suhu dan salinitas serta pengaruhnya terhadap kerapatan, air laut di samudra dapat dibagi menjadi beberapa massa air, antar alain massa air permukaan (upper water mass) yang meliputi seluruh massa air yang terdapat di daerah termoklin serta massa air dalam (deep water mass) yang terdapat di bawah termoklin dan meluas sampai ke dasar laut. Massa air permukaan selalu dalam keadaan bergerak. Gerakan ini ditimbulkan terutama oleh kekuatan angin yang bertiup melintasi permukaan air. Angin ini menghasilkan dua macam gerakan, yaitu gelombang dan arus.
Arus dapat didefinisikan sebagai pergerakan air yang mengakibatkan perpindahan horizontal massa air. Arus merupakan gerakan air yang sangat luas yang terjadi pada seluruh lautan di dunia. Selain disebabkan oleh angin, arus juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bentuk topografi dasar laut dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya, adanya gaya Coriolis, perbedaan tekanan dan penyebaran kerapatan air laut serta pengaruh peristiwa pasang surut.
Arus meupakan pergerakan air yang disertai pergerakan material atau pergerakan massa air laut. Adanya tekanan dapat menimbulkan arus yang besar(termohaline circulation)
Adanya panas mengakibatkan udara dan rapat massa mengecil sehingga tekanan udara menjadi kecil. Sementara itu udara yang tidak terkena panas tekanannya tinggi. Tekanan akan bergerak dari udara yang mempunyai tekanan tinggi ke udara yang tekanannya rendah. Semakin banyak jumlah partikel, makin besar tekanan. Tekanan dapat didefinisakan sebagai jumlah partikel per satuan luas.
Pengaruh angin pada permukaan laut
Ketika angin berhembus di laut, energi yang ditransfer dari angin ke batas permukaan, sebagian energi ini digunakan dalam pembentukan gekombang gravitasi permukaan, yang memberikan pergerakan air dari ang kecil ke arah perambatan gelombang dan sebagian untuk membawa arus.  Semakin besar kecepatan angin, semakin besar gaya gesekan yang bekerja pada permukaan laut, dan semakin besar arus permukaan. Gaya gesekan yang bekerja pada permukaan merupakan hasil dari hembusan angin disebut Tegangan Angin (wind stress) yang biasanya disimbulkan dengan  , sebanding dengan kuadrat kecepatan angin (W), sehingga :
dimana c bergantung pada kondisi atmosfer, semakin banak konveksi turbulen ang terdapat di atmosfer ang melalui permukaan laut, semakin besar nilai c.
Pengaruh wind stress pada permukaan laut adalah transmisi dari gesekan internal di laut atas yang merupakan hasil dari turbulen.

Arus Angin
Sistem-sistem arus utama dihasilkan oleh beberapa daerah angin utama yang berbeda satu sama lain, mengikuti garis lintang sekeliling dunia dan di masing-masing daerah ini angin secara terus menerus bertiup dengan arah yang tak berubah-ubah.
Tulang punggung system ini adalah angin Pasat Timur Laut yang bertiup dari timur laut ke barat daya diantara khatulistiwa dan 30° Lintang Utara, serta angin Pasat Tenggara pada posisi yang sama di sebelah selatan khatulistiwa, menggerakkan udara dari tenggara ke barat laut. Diantara 30° – 60° Lintang Utara dan 30° – 60° Lintang Selatan, angin barat bertiup dari barat daya ke timur laut di belahan bumi utara dan dari barat laut ke tenggara di belahan bumi selatan. Angin-angin ini mendorong bergeraknya air permukaan, menghasilkan suatu gerakan horizontal yang mampu mengangkut suatu volume air yang sangat besar melintasi jarak jauh di lautan.
Pengaruh Gaya Coriolis
Arus laut membelok membentuk suatu polar melingkar yang bergerak mengikuti arah jarum jam pada Belahan Bumi Utara dan kebalikan arah jarum jam pada Belahan Bumi Selatan. Pembelokan dan gerak melingkar ini diakibatkan oleh adanya gaya Coriolis. Gaya ini timbul sebagai akibat dari perputaran bumi pada porosnya.
Karena adanya panas, air akan memuai sehingga tekanannya mengeci. Udara bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Oleh karena fluida mempunyai sifat saling bergesekan, maka terdapat gaya untuk mempertahankan diri dalam posisinya. Sementara itu bumi berputar, sehingga terjadi penyimpangan.
Berputarnya planet bumi mengakibatkan suatu perubahan arah gerakan air. Karena arah rotasi bumi dari barat ke timur dan karena pembelokan arus yang disebabkan oleh angin pasat, maka air di daerah khatulistiwa bergerak dari timur ke barat, menumpuk air di sebelah barat pasu lautan. Ketika air menumpuk di sebelah barat, air ini bertemu dengan massa daratan yang berbentuk benua dan gugusan pulau-pulau dan dibelokkan ke utara dan selatan, sebagai arus perbatasan benua. Arus-arus perbatasan ini pada gilirannya bergerak ke arah kutub, jatuh di bawah pengaruh angin barat. Angin barat menambah energi arus-arus ini dan mendorongnya ke arah timur, akhirnya melintasi pasu lautan dan mengembalikan air ke sebelah timur pasu lautan. Massa daratan benua di sebelah timur membelokkan gerakan air ke arah khatulistiwa. Pola lingkaran arus yang sangat besar ini disebut gyre dan terdapat pada semua pasu utama.

Arus Pasang Surut
Arus pasang surut adalah arus yang timbul akibat peristiwa pasang surut.  Air yang bergerak dalam air pasang membentuk arus-arus pasang. Arah dan kecepatannya tidak hanya tergantung pada keadaan pasang itu tetapi juga pada kedalaman air dan kedekatan garis pantai.
Pasang terutama disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara dua tenaga yang terjadi di lautan, yang berasal dari gara sentrifugal yang disebabkan oleh perputaran bumi pada sumbunya dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan serta benda langit lainnya seperti matahari. Gaya sentrifugal adalah suatu tenaga yang didesak ke arah luar dari pusat bumi yang besarnya lebih kurang sama dengan tenaga yang ditarik ke permukaan bumi.

Arus Geostropik
Peristiwa air yang mulai bergerak akibat gradien tekanan, maka pada saat itu pula gaya coriolis mulai bekerja. Pada saat pembelokan mencapai 90 derajat, maka arah gerak partikel akan sejajar dengan garis isobar. Pada saat itu terjadi keseimbangan antara gaya gradien tekanan dengan gaya coriolis. Pergerakan ini disebut dengan arus geostropik.
Keseimbangan geostropik dinyatakan dengan  (du/dt = dv/dt = 0). Sedangkan kecepatan geostropik dirumuskan sebagai berikut :
vg   =  (1/rf) (¶p/¶x)
vfg  =  -(1/rf) (¶p/¶y)
Apabila dipilih sumbu x terletak sepanjang isobar dan menyatakan gradien tekahan sebagai beda (finite difference), maka :
vg  =  (1/rf) (dr/¶r)
dimana  vg adalah kecepatan arus geostropik dan dr adalah jarak tegak lurus antara dua isobar.
Arus geostropik adalah arus yang terjadi pada saat ada keseimbangan antara gradien tekanan dengan gaya coriolis dimana arah arus sejajar dengan arah garis isobar.

Arus Putar
Apabila gerakan partikel air tidak membentuk lintasan lurus, maka harus ada gaya satu lagi yaitu gaya sentrifugal akibat lengkungan lintasan. Hal ini berbeda dengan gaya akibat coriolis. Jadi ada tiga gaya yang bekerja pada arus putar, yaitu gaya coriolis, gaya gradien tekanan dan gaya sentrifugal.
Gaya gradien tekanan bergerak dari high menuju ke low dan searah denga gaya sentrifugal. Sementara itu ada gaya coriolis yang berlawan arah. Pada Bumi Bagian Utara, arah arus dibelokkan ke kanan dan pada Bumi Bagian Selatan dibelokkan ke kiri. Persamaan arus putar adalah :
f v  =  [(1/r) (¶r/¶r)] + (v2/r)
Arus Inersia
Pada saat angina yang membawa arus tiba-tiba berhenti berhembus, momentum air tidak berhenti tiba-tiba, sehingga gaya gesekan dan gaya coriolis masih bekerja. Di laut dalam, gaya gesekan sangat kecil, tapi gaya coriolis tetap bekerja. Gerakan dibawah pengaruh gaya coriolis disebut dengan arus inersia.
Sirkulasi air laut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh sistem angin muson. Oleh karena sistem angin muson ini bertiup secara tetap, walaupun kecepatan relatif tidak besar, maka akan tercipta suatu kondisi yang sangat baik untuk terjadinya suatu pola arus.  Pada musim barat, pola arus permukaan perairan Indonesia memperlihatkan arus bergerak dari Laut Cina Selatan menuju Laut Jawa.  Di Laut Jawa, arus kemudian bergerak ke Laut Flores hingga mencapai Laut Banda. Sedangkan pada saat Muson Tenggara, arah arus sepenuhnya berbalik arah menuju ke barat yang akhirnya akan menuju ke Laut Cina Selatan (Wyrtki, 1961).
Perairan Indonesia merupakan perairan di mana terjadi lintasan arus yang membawa massa air dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia yang biasanya disebut Arus Lintas Indonesia/Arlindo (Fieux et al., 1996b). Massa air Pasifik tersebut terdiri atas massa air Pasifik Utara dan Pasifik Selatan (Tomascik et al., 1997a; Wyrtki, 1961; Ilahude and Gordon, 1996; Molcard et al., 1996; Fieux et al., 1996a).  Terjadinya arlindo terutama disebabkan oleh bertiupnya angin pasat tenggara di bagian selatan Pasifik dari wilayah Indonesia.  Angin tersebut mengakibatkan permukaan bagian tropik Lautan Pasifik Barat lebih tinggi dari pada Lautan Hindia bagian timur.  Hasilnya terjadinya gradien tekanan yang mengakibatkan mengalirnya arus dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia.  Arus lintas Indonesia selama Muson Tenggara umumnya lebih kuat dari pada di Muson Barat Laut.
Sumber air yang dibawa oleh Arlindo berasal dari Lautan Pasifik bagian utara dan selatan.  Perairan Selat Makasar dan Laut Flores lebih banyak dipengaruhi oleh massa air laut Pasifik Utara sedangkan Laut Seram dan Halmahera lebih banyak dipengaruhi oleh massa air dari Pasifik Selatan. Gordon et al. (1994) mengatakan bahwa massa air Pasifik masuk kepulauan Indonesia melalui 2 (dua) jalur utama, yaitu:
a.     Jalur barat dimana massa air masuk melalui Laut Sulawesi dan Basin Makasar. Sebagian massa air akan mengalir melalui Selat Lombok dan berakhir di Lautan Hindia sedangkan sebagian lagi dibelokan ke arah timur terus ke Laut Flores hingga Laut Banda dan kemudian keluar ke Lautan Hindia melalui Laut Timor.
b.  Jalur timur dimana massa air masuk melalui Laut Halmahera dan Laut Maluku terus ke Laut Banda.  Dari Laut Banda, menurut Gordon (1986) dan Gordon et al.,(1994) massa air akan mengalir mengikuti 2 (dua) rute.  Rute utara Pulau Timor melalui Selat Ombai, antara Pulau Alor dan Pulau Timor, masuk ke Laut Sawu dan Selat Rote, sedangkan rute selatan Pulau Timor melalui Basin Timor dan Selat Timor, antara Pulau Rote dan paparan benua Australia.

BAB VII. CAHAYA DALAM AIR

Cahaya adalah bentuk radiasi elektromagnetik ang bergerak dengan kecepatan ang mendekati 3 x 108 ms-1 dalam ruang hampa. Dalam air laut kecepatan tersebut berkurang menjadi 2,2 x 108 ms-1. Ketika cahaya menjalar dalam air, intensitasnya berkurang secara eksponensial terhadap jarak dari titik sumber.
Kehilangan intensitas cahaya secara eksponensial disebut atenuasi. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu :
1. Penyerapan
Proses ini melibatkan konversi energi elektromagnetik ke bentuk lain yang biasanya energi panas atau kimia. Penyerap cahaya dalam air laut antara lain alga, bahan organic dan inorganic, senyawa-senyawa organic terlarut dan air.
2. Penyebaran
Proses ini merupakan proses merubah arah energi elektromagnetik hasil multi refleksi dari partikel-partikel tersuspensi. Penyebaran biasanya kedepan pada sudut yang kecil kecuali oleh partikel yang sangat kecil, yaitu jalur penyebaran cahaya hingga sedikit terdefleksi dari arah awal penyebaran.
Di zona fotik dan bagian atas zona afotik, benda-benda di dalam laut diterangi oleh sinar matahari (atau cahaya bulan) yang intensitasnya berkurang secara eksponensial terhadap kedalaman karena diatenuasi oleh penyerapan dan penyebaran. Downwelling irradiance terdifusi tanpa arah karena penyinaran cahaya pada suatu objek di bawah air tidak mengambil jalur terpendek di permukaan laut, dan cahaa tersebar jayh dari objek dan ke arahnya. Supaa objek terlihat, sinar yang keluar dari objek harus secara langsung karena bayangan ang coherent hanya terbentuk jika cahaya langsung dari objek ke mata atau kamera.

Pengukuran cahaya
Alat yang digunakan untuk pengukuran cahaa bawah air terbagi dalam tiga katagori, yaitu :
  • 1. Beam transmissometer, mengukur atenuasi cahaya parallel dari sumber intensitas yang diketaui dalam jarak tetap. Rasio intensitas cahaya di sumber dan penerima memberikan pengukuran langsung koeefisien atenuasi untuk cahaya langsung, yaitu persentase kehilangan intensitas cahaya (dalam decimal) per meter jarak.
  • 2. Irradiance meter menerima cahaya datang dari semua arah. Cahaa tersebut biasanya diterima oleh bulatan Teflon atau hemister ang mengukur cahaya ambient downwelling dari pemukaan, yaitu downwelling irradiance. Dengan mengukur intensitas cahaa pada kedalaman yang berbeda, koefisien atenuasi (dalam hal ini adalah koefisien atenuasi difusi) untuk downwelling irradiance tanpa arah dapat ditentukan. Ini merupakan koefisien tepat untuk studi produksi utama fotosintetik karena berhubungan dengan pengurangan eksponensial intensitas downwelling irradiance dan selanjutnya terhadap kedalaman zona fotik.
  • 3. Turbiditas meter atau nephelometer mengukur langsung penyebaran dalam air. Collimated beam menyinari volume air tertentu yang menyebarkan cahaa ke segala arah. Penerima ditunjukkan di tengah volume sebaran dan dapat dirotasi ke sekitarnya sehingga variasi dalam kehilangan sebaran dengan arah relatif terhadap cahaya dapat ditentukan (Gambar 9.3). Bila tingkat sebaran behubungan dengan jumlah materi tersuspensi dalam air, nephelometer memberikan pengukuran jumlah turbiditas, aitu konsentrasi materi tersuspensi. Nephelometer digunakn untuk mengukur konsentrasi sediment tersuspensi di laut dalam dan memberikan informasi mengenai distribusi dan laju arus dasar.

Pengaruh cahaya terhadap produktivitas primer
Perairan Indonesia yang merupakan bagian dari laut tropik dicirikan oleh cukup tersedia cahaya matahari namun memiliki konsentrasi nutrien rendah. Keadaan ini mengakibatkan produktivitasnya sangat rendah.  Seperti halnya dengan laut tropik, laut lepas merupakan bagian dari badan perairan bahari yang memiliki laju produktivitas rendah. Menurut Valiela (1984), laut terbuka yang luasnya 90 % dari laut dunia memiliki laju produktivitas yang rendah bila dibandingkan dengan lingkungan laut lainnya, misalnya perairan pantai, dimana produktivitasnya melebihi 60 % dari produktivitas yang ada di laut.
Cahaya merupakan salah satu faktor yang menentukan distribusi klorofil-a di laut. Di laut lepas, pada lapisan permukaan tercampur tersedia cukup banyak cahaya matahari untuk proses fotosintesa.  Sedangkan di lapisan yang lebih dalam, cahaya matahari tersedia dalam jumlah yang sedikit bahkan tidak ada sama sekali. Ini memungkinkan klorofil-a lebih banyak terdapat pada bagian bawah lapisan permukaan tercampur atau pada bagian atas dari permukaan lapisan termoklin jika dibandingkan dengan bagian pertengahan atau bawah lapisan termoklin.  Hal ini juga dikemukakan oleh Matsuura et al. (1997) berdasarkan hasil pengamatan di timur laut Lautan Hindia, dimana diperoleh bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a pada bagian atas lapisan permukaan tercampur sangat sedikit dan mulai meningkat menuju bagian bawah dari lapisan permukaan tercampur dan menurun secara drastis pada lapisan termoklin hingga tidak ada klorofil-a lagi pada lapisan di bawah lapisan termoklin.
Fotosintesa fitoplankton menggunakan klorofil-a, c, dan satu jenis pigmen tambahan seperti protein-fucoxanthin dan peridinin, yang secara lengkap menggunakan semua cahaya dalam spektrum tampak.  Pada panjang gelombang 400 – 700 nm, cahaya yang diabsorbsi oleh pigmen fitoplankton dapat dibagi dalam: cahaya dengan panjang gelombang lebih dari 600 nm, terutama diabsorbsi oleh klorofil dan cahaya dengan panjang gelombang kurang dari 600 nm, terutama diabsorbsi oleh pigmen-pigmen pelengkap/tambahan (Levinton, 1982).
Dengan adanya perbedaan kandungan pigmen pada setiap jenis plankton, maka jumlah cahaya matahari yang diabsorbsi oleh setiap plankton akan berbeda pula.  Keadaan ini berpengaruh terhadap tingkat efisiensi fotosintesa. Fujita (1970) dalam Parsons et al. (1984) mengklasifikasi alga laut berdasarkan efisiensi fotosintesa oleh pigmen kedalam tipe klorofil-a dan b untuk alga hijau dan euglenoid; tipe klorofil-a, c, dan caratenoid untuk diatom, dinoflagelata, dan alga coklat; dan tipe klorofil-a dan ficobilin untuk alga merah dan alga biru

sumber:
http://febriyuhendra.wordpress.com

Senin, 21 November 2011

Arus Laut

 Arus Laut
Adapun jenis – jenis arus dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :
  1. Berdasarkan penyebab terjadinya
    Arus ekman : Arus yang dipengaruhi oleh angin.
    Arus termohaline : Arus yang dipengaruhi oleh densitas dan gravitasi.
    Arus pasut : Arus yang dipengaruhi oleh pasut.
    Arus geostropik : Arus yang dipengaruhi oleh gradien tekanan mendatar dan gaya coriolis.
    Wind driven current : Arus yang dipengaruhi oleh pola pergerakan angin dan terjadi pada lapisan permukaan.
  2. Berdasarkan Kedalaman
    Arus permukaan : Terjadi pada beberapa ratus meter dari permukaan, bergerak dengan arah horizontal dan dipengaruhi oleh pola sebaran angin.
    Arus dalam : Terjadi jauh di dasar kolom perairan, arah pergerakannya tidak dipengaruhi oleh pola sebaran angin dan mambawa massa air dari daerah kutub ke daerah ekuator.
Arus air laut adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horisontal sehingga menuju keseimbangannya, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan dunia[1]. Arus juga merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dikarenakan tiupan angin atau perbedaan densitas atau pergerakan gelombang panjang[2]. Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya Coriolis dan arus ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwellng , downwelling.
Selain angin, arus dipengaruhi oleh paling tidak tiga faktor, yaitu[3] :
  1. Bentuk Topografi dasar lautan dan pulau – pulau yang ada di sekitarnya : Beberapa sistem lautan utama di dunia dibatasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan pula oleh arus equatorial counter di sisi yang keempat. Batas – batas ini menghasilkan sistem aliran yang hampir tertutup dan cenderung membuat aliran mengarah dalam suatu bentuk bulatan.
  2. Gaya Coriollis dan arus ekman : Gaya Corriolis memengaruhi aliran massa air, di mana gaya ini akan membelokkan arah mereka dari arah yang lurus. Gaya corriolis juga yangmenyebabkan timbulnya perubahan – perubahan arah arus yang kompleks susunannya yang terjadi sesuai dengan semakin dalamnya kedalaman suatu perairan.
  3. Perbedaan Densitas serta upwelling dan sinking : Perbedaan densitas menyebabkan timbulnya aliran massa air dari laut yang dalam di daerah kutub selatan dan kutub utara ke arah daerah tropik.
Adapun jenis – jenis arus dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :
  1. Berdasarkan penyebab terjadinya
    Arus ekman : Arus yang dipengaruhi oleh angin.
    Arus termohaline : Arus yang dipengaruhi oleh densitas dan gravitasi.
    Arus pasut : Arus yang dipengaruhi oleh pasut.
    Arus geostropik : Arus yang dipengaruhi oleh gradien tekanan mendatar dan gaya coriolis.
    Wind driven current : Arus yang dipengaruhi oleh pola pergerakan angin dan terjadi pada lapisan permukaan.
  2. Berdasarkan Kedalaman
    Arus permukaan : Terjadi pada beberapa ratus meter dari permukaan, bergerak dengan arah horizontal dan dipengaruhi oleh pola sebaran angin.
    Arus dalam : Terjadi jauh di dasar kolom perairan, arah pergerakannya tidak dipengaruhi oleh pola sebaran angin dan mambawa massa air dari daerah kutub ke daerah ekuator
Referensi
  1. ^ [Hutabarat dan Evans, 1986]
  2. ^ {Nontji,1987]
  3. ^ [Sahala Hutabarat,1986]

- La Nina
La Nina merupakan serapan dari bahasa spanyol(amerika selatan) yang berarti gadis kecil.
La Nina pada umumnya ditandai dengan penurunan temperatur permukaan laut di wilayah Pasifik ekuator atau tropis hingga di bawah normal yang selalu diikuti dengan munculnya tiupan-tiupan angin pasat yang kencang di daerah itu ,angin dari  La Nina ini bersifat basah.
Peristiwa ini terjadi apabila angin pasat mulai berhembus dengan cepat dan secara terus menerus melintasi Samudera Pasifik ke arah Australia. Angin tersebut mendorong lebih banyak air hangat ke arah Australia sebelah utara dibandingkan dari biasanya. Akibatnya, akan semakin banyak awan yang bergerak dalam keadaan kandungan air seperti ini dan menyebabkan turunnya intensitas hujan lebih banyak di Australia, di Pasifik sebelah barat dan di kawasan Indonesia.
-El Nino
El Nino merupakan kondisi abnormal iklim di mana perubahan suhu permukaan laut di daerah Samudra Pasifik ekuator bagian timur dan tengah  lebih tinggi dari rata-rata normalnya. Istilah ini pada awalnya sering digunakan untuk menamakan arus laut hangat yang terkadang mengalir dari Utara ke Selatan yang terjadi pada sekitar  bulan Desember. Padahal pada umumnya temperatur suhu air permukaan laut di daerah tersebut dingin karena naiknya massa air di bawah permukaan air laut ke permukaan air laut (upwelling).(Tom Garrison, 1993).
El Nino sering kali disebut dengan fase panas (warm event) di Samudera Pasifik ekuatorial bagian tengah dan timur. El Nino dibaratkan dengan beda tekanan atmosfer antara Tahiti dan Darwin, atau yang sering disebut Osilasi Selatan. Disebut demikian karena keduanya terletak di belahan bumi bagian selatan. El-Nino ditandai dengan indeks osilasi selatan/Southern Oscillation Index (SOI) negatif. Artinya tekanan atmosfer di atas Tahiti lebih rendah daripada tekanan di atas Darwin.(Harold, 1994).
OK.. apabila anda telah memahami apa itu fenomena La Nina dan El Nino, sekarang mari kita membahas Upwelling dan Downwelling..
Upwelling
Upwelling merupakan fenomena oseanografi yang melibatkan wind-driven motion yang kuat, dingin dan biasanya membawa massa air yang kaya akan nutrien ke arah permukaan laut. Upwelling adalah fenomena atau kejadian yang berkaitan dengan gerakan naiknya massa air laut. Gerakan vertikal ini adalah bagian integrasi dari sirkulasi laut tetapi ribuan sampai jutaan kali lebih kecil dari arus horizontal. Gerakan vertikal ini terjadi akibat adanya stratifikasi densitas air laut karena dengan penambahan kedalaman mengakibatkan suhu menurun dan densitas meningkat yang menimbulkan energi untuk menggerakkan massa air secara vertikal.  Laut juga terstratifikasi oleh faktor lain, seperti kandungan nutrien yang semakin meningkat seiring pertambahan kedalaman. Dengan demikian adanya gerakan massa air vertikal akan menimbulkan efek yang signifikan terhadap kandungan nutrien pada lapisan kedalaman tertentu.(ilmukelautan.com)
-ada lima tipe upwelling yaitu:

Upwelling

Upwelling merupakan fenomena oseanografi yang melibatkan wind-driven motion yang kuat, dingin dan biasanya membawa massa air yang kaya akan nutrien ke arah permukaan laut. Upwelling adalah fenoma atau kejadian yang berkaitan dengan gerakan naiknya massa air laut. Gerakan vertikal ini adalah bagian integrasi dari sirkulasi laut tetapi ribuan sampai jutaan kali lebih kecil dari arus horizontal. Gerakan vertikal ini terjadi akibat adanya stratifikasi densitas air laut karena dengan penambahan kedalaman mengakibatkan suhu menurun dan densitas meningkat yang menimbulkan energi untuk menggerakkan massa air secara vertikal.  Laut juga terstratifikasi oleh faktor lain, seperti kandungan nutrien yang semakin meningkat seiring pertambahan kedalaman. Dengan demikian adanya gerakan massa air vertikal akan menimbulkan efek yang signifikan terhadap kandungan nutrien pada lapisan kedalaman tertentu.
Setidaknya ada lima tipe upwelling yaitu coastal upwelling, large-scale wind-driven upwelling in the ocean interior, upwelling associated with eddies, topographically-associated upwelling, and broad-diffusive upwelling in the ocean interior.
Coastal Upwelling
Coastal upwelling adalah tipe yang paling banyak memiliki hubungan dengan aktivitas manusia dan memberikan banyak pengaruh terhadapa produktivitas perikanan di dunia, seperti ikan pelagis kecil (sardines, anchovies, dll.). Laut dalam kaya akan nutrien termasuk nitrate and phosphate, yang merupakan hasil dari dekomposisi materi organik (dead/detrital plankton) dari permukaan laut.
Ketika sampai ke permukaan, nutrien tersebut digunakan oleh fitoplankton, beserta CO2 terlarut dan dan energi cahaya matahari untuk menghasilkan bahan organik melalui proses fotosintesis. Daerah Upwelling memiliki produktivitas yang tinggi dibanding dengan wilayah lainnya. Hal ini berkaitan dengan rantai makanan, karena fitoplankton berada pada level dasar pada rantai makanan di laut. Daearah dari upwelling antara lain pantai Peru, Chile, Laut arabwestern South Africa, eastern New Zealand, southeastern Brazil dan pantai California.
Adapun rantai makanan di laut adalah sebagai berikut :
Phytoplankton -> Zooplankton -> Predatory zooplankton -> Filter feeders -> Predatory fish
Karena ini menjadi sebuah rantai makanan, ini berarti bahwa setiap spesies adalah spesies kunci dalam zona upwelling. Bagian kunci dari oseanografi fisika yang menimbulkan coastal upwelling adalah efek Coriolis yang didorong oleh wind-driven yang derung diarahkan ke sebelah kanan di belahan bumi utara dan ke arah kiri di belahan bumi selatan.
Equatorial Upwelling
Fenomena yang sama terjadi di ekuator. Apapun lokasinya ini merupakan hasil dari divergensi, massa air yang nutrien terangkat dari lapisan bawah dan hasilnya ditandai oleh fakta bahwa pada daerah ekuator di pasifik memiliki konsentrasi fitoplankton yang tinggi.
Southern Ocean Upwelling

Upwelling

Upwelling dalam skala besar juga terjadi di Southern Ocean. Di sana, dipengaruhi angin yang kuat dari barat dan timur yang bertiup mengelilingi Antarctika, yang mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap aliran massa air yang menuju ke utara. Sebenarnya tipe ini masih termasuk ke dalam coastal upwelling. Ketika tidak ada daratan antara Amerika Selatan dengan Semenanjung Antartika, sejummah massa air terangkat dari lapisan dalam. Dalam banyak pengamatan dan sintesis model numerik, upwelling samudra bagian Selatan merupakan sarana utama untuk mengaduk material lapisan dalam ke permukaan.Beberapa model sirkulasi laut menunjukkan bahwa dalam skala luas upwelling terjadi di daerah tropis, karena didorong tekanan air mengalir berkumpul ke arah lintang rendah dimana terdifusi dengan lapisan hangat dari permukaan.

Tropical cyclone upwelling
Upwelling juga bisa disebabkan oleh tropical cyclone yang melanda suatu wilayah laut, biasanya apabila bertiup dengan kecepatannya kurang dari 5 mph (8 km/h).
Artificial Upwelling
Upwelling tipe jenis ini dihasilkan oleh perangkat yang menggunakan energi gelombang laut atau konversi energi panas laut untuk memompa air ke permukaan. Perangkat seperti telah dilakukan untuk memproduksi plankto.
Non-oceanic upwelling
Upwellings juga terjadi di lingkungan lainnya, seperti danau, magma dalam mantel bumi. Biasanya akibat dari konveksi.

Referensi:

US Research project, NSF and Oregon State University
http://www.ilmukelautan.com
  1. coastal upwelling
  2. large-scale wind-driven upwelling in the ocean interior
  3. upwelling associated with eddies
  4. topographically-associated upwelling
  5. dffusive upwelling in the ocean interior.(ilmukelautan.com)
Downwelling
Downwelling merupakan keterbalikan dari upwelling ,dimana arus laut menenggelamkan nutrient-nutrient ke arah bawah/ dasar lautan. hal ini tejadi akibat adanya proses akumulasi dan tenggelamnya bahan dengan kepadatan yang lebih tinggi ke bawah bahandengan kepadatan yang lebih rendah.hal ini menghasilkan suatu proses konveksi dan terus berkelanjutan. (wikipedia.com)
Pengaruh El Nino dan La Nina terhadap Upwelling dan Downwelling.
Upwelling merupakan kejadian yang berkaitan dengan gerakan naiknya massa air laut. Gerakan vertikal ini terjadi akibat adanya stratifikasi densitas atau kepadatan air laut karena perbedaan kedalaman. Semakin dalam, suhu air semakin rendah. Suhu yang menurun ini mengakibatkan meningkatnya kerapatan air. Perubahan ini menimbulkan energi karena terjadi perpindahan dari densitas tinggi ke densitas rendah. Proses ini membawa dampak bagi kondisi air permukaan. Biasanya, naiknya air dari bawah akan disertai dengan naiknya nutrien (metabolisme untuk fisiologi organisme) yang berada di dasar laut. Ketika sampai ke permukaan, nutrien tersebut digunakan oleh fitoplankton beserta karbondioksida (CO2) terlarut dan energi cahaya matahari untuk menghasilkan bahan organik melalui proses fotosintesis. Oleh sebab itu, daerah upwelling ini mendukung pertumbuhan organisme laut sebagai makanan plankton. Upwelling juga berpengaruh pada pergerakan makluk hidup bawah air.Banyak ikan laut dan hewan tanpa tulang belakang (invertebrata) memproduksi larva mikroskopis yang melayang-layang di dalam air. Larva-larva tersebut melayang bersama air selama beberapa waktu, bergantung pada spesiesnya. Untuk spesies dewasa yang hidup di dekat pantai, upwelling dapat memindahkan larva jauh dari habitat aslinya(Koran-jakarta.com).proses inilah yang menyebabkan ikan banyak bekumpul di daerah upwelling,sehingga apabila tidak ada nutrient-nutrient yang terputar di dalam laut(akibat upwelling-downwelling) maka ikan-ikan terganggu untuk mendapatkan makananya, lalu jumlah ikan dilaut berkurang akibat tidak tersedianya nutrient yang dibutuhkan ikan. peristiwa dari berkurangnya jumlah ikan di laut berkaitan dengan rantai makanan, seperti yang kita ketahui bahwa ikan merupakan salah satu makanan dari burung-burung laut seperti elang laut, camar, dll. Sehingga, apabila ketersediaan ikan di laut berkurang, maka berakibat pada burung-burung laut. Efek yang paling memungkinkan adalah kematian pada burung. (Harold,1994).efek lain dari berkurang nya jumlah ikan di daerah upwelling dan downwelling yang diakibatkan oleh fenomena elnino dan lanina adalah berkurangnya pendapatan para nelayan yang mata pencaharianya bersumber dari kelimpahan ikan di laut. oleh karena itu Elnino dan Lanina memiliki efek yang besar secara langsung dan tidak langsung  terhadap fenomena Upwelling dan Downwelling. dan efeknya bisa berdampak bagi Manusia, ataupun rantai makanan di laut.
(INFO)_Gejala El Nino yang sedang berlangsung tidak hanya mendatangkan kerugian akibat musim kemarau yang berkepanjangan. Namun, di perairan, seperti di selatan Pulau Sumatera, Jawa, hingga Nusa Tenggara, dapat menguntungkan atau berdampak positif. karena biota ikan dari kedalaman akan berenang lebih dekat ke permukaan laut.alam, termasuk fenomena El Nino, tak bisa dilawan. Tindakan adaptif atau memanfaatkan nilai keuntungan yang ditimbulkannya menjadi sangat penting. Pada sektor perikanan, fenomena El Nino mengakibatkan suhu laut menjadi lebih dingin. Biota laut, termasuk ikan-ikan bernilai ekonomis, seperti ikan tuna dari kedalaman, akan berenang mendekati permukaan laut.
SUMBER:
(www.kompas.com)
( www.ilmukelautan.com)
( www.koran-jakarta.com)

Arus densitas merupakan arus yang timbul akibat adanya gradien densitas dalam arah horizontal. Gradien densitas horizontal terbentuk oleh variasi salinitas, suhu atau kandungan sedimen. Arus densitas ini umumnya terjadi didaerah pantai dan estuari dimana terdapat fluks air tawar ke arah laut. Fluks air tawar ini akan mengakibatkan adanya variasi atau gradien densitas dalam arah horizontal yang bertambah besar ke arah laut.
Gradien densitas horizontal ini mengakibatkan gradien tekanan horizonal yang akhirnya menimbulkan arus densitas. Didalam arus densitas di estuari terjadi keseimbangan antara gradien tekanan dan gesekan internal (gesekan viskos), sementara didalam arus densitas di daerah pantai terjadi keseimbangan antara gradien tekanan, gesekan internal, dan gaya coriolis atau hanya keseimbangan antara gradien tekanan dan coriolis (gesekan internal diabaikan). Terdapat 5 tipe arus densitas yang dapat dijabarkan, sebagai berikut :
1. arus densitas akibat discharge / debit sungai.
2. arus densitas akibat suplai bouyancy dari laut lepas ( open ocean).
3. arus densitas akibat input bouyancy dari sungai dan laut lepas.
4. arus densitas akibat efek akumulasi panas karena kondisi topografi perairan.
5. arus densitas akibat distribusi horizontal dari difusivitas vertikal. Penjelasan lebih lengkapnya, sebagai berikut:
1. Arus densitas akibat debit sungai terbentuk di daerah estuari (daerah muara sungai dimana terjadi pengenceran air laut oleh air sungai). Aliran air tawar dari hulu mengakibatkan terbentuknya gradien horizontal dari densitas yang bertambah besar ke arah laut. Gradien horizontal dari densitas ini mengakibatkan sirkulasi estuari di mana air tawar mengalir di lapisan permukaan kearah muara (laut) dan air asin mengalir dilapisan bawah (dalam) ke arah hulu.

Foto_1_110509

 
 
Gambar 1.  Arus Densitas di Estuari
Arus kearah hulu di lapisan bawah timbul akibat muka air yang tinggi di lepas pantai dibandingkan di muara (saat pasang).
2.  Air di perairan pantai lebih berat dari pada air di lepas pantai karena suhu air di pantai lebih rendah daripada di lepas pantai. Muka air di pantai lebih rendah daripada di lepas pantai atau terbentuk slope muka air yang naik ke arah lepas pantai.Pada kondisi normal, akibat keseimbangan gaya gradien tekanan karena adanya slope dan coriolis akan terbentuk arus yang bergerak sejajar pantai.
Foto_3_110509

Gambar 2. Arus Densitas Akibat Input Bouyancy Dari Sungai Dan Laut Lepas
Bila keseimbangan antara gradien tekanan dan coriolis ini terganggu maka timbul gerakan arus yang hangat dari arah lepas pantai ke arah pantai akibat slope muka laut yang tinggi di lepas pantai daripada di pantai. Gerakan massa air yang ringan dan hangat dari lepas pantai menuju pantai ini adalah arus densitas. Di Jepang, arus hangat yang bergerak dari lepas pantai ke arah pantai disebut “kyucho”; (kyu=kuat, cho=arus).
3. Terjadi pada musim dingin
Daerah pantai mendapat input air tawar dari sungai (input bouyancy dari sungai).
Di lepas pantai, terdapat juga input bouyancy akibat pecampuran dengan massa air yang lebih hangat dari laut lepas. Pada musim dingin di mana terjadi pendinginan yang besar di permukaan, air yang berada di daerah pertengahan (central) yang kurang asin menjadi sangat berat dan turun ke lapisan dalam.
Foto_4_110509

Gambar 3.  Arus Densitas Akibat Input Bouyancy Dari Sungai Dan Laut Lepas
Massa air di perairan pantai tidak dapat turun (sinking) akibat pendinginan karena mendapat suplai air tawar dari sungai. Jadi, ia tidak cukup berat untuk turun ke lapisan dalam. Air yang di lepas pantai juga tidak cukup dingin(berat) untuk tenggelam ke lapisan dalam karena adanya percampuran dengan air laut lepas yang hangat (input bouyancy dari laut lepas). Jadi, pada saat terjadinya pendinginan di permukaan waktu musim dingin air di daerah central menjadi cukup berat untuk turun ke lapisan dalam membentuk “front thermohaline” (Gambar 3). Di daerah central terbentuk daerah konvergensi (pertemuan massa air perairan pantai dan massa air lepas pantai) yang diikuti oleh sinking water ke lapisan dalam (Gambar 4)
Foto_5_110509

Gambar 4. Terbentuknya Daerah Konvergensi Dibagian Tengah (Central)
Turunnya (sinking ) air di daerah konvergensi diperkuat oleh efek cabeling. Proses cabeling adalah percampuran 2 massa air dengan densitas yang sama tetapi temperatur dan salinitasnya berbeda membentuk massa air yang baru dengan densitas yang lebih berat dan kemudian turun ke lapisan dalam. Dalam kasus ini dua massa air (pantai dan lepas pantai) dengan densitas yang sama tetapi temperatur dan salinitasnya berbeda, bercampur di front thermohaline membentuk massa air baru yang densitasnya lebih besar dan turun ke lapisan dalam.
Foto_6_110509

Gambar 5 Proses Cabeling
Penjelasan proses cabeling (Gambar 5) :
Titik A dan titk B mewakili massa air A dan B. Kedua massa air ini memiliki densitas yang sama karena terletak pada kurva σt yang sama, tetapi temperatur dan salinitasnya berbeda. Percampuran massa air A dan B membentuk massa air C yang densitasnya lebih besar daripada densitas A dan B dan turun kelapisan dalam
Perhatikan distribusi densitas di daerah pantai dan lepas pantai (Gambar 4). Dari grafik densitas terlihat perairan pantai dan lepas pantai mempunyai densitas yang sama. Di daerah pertengahan (central) densitas menjadi tinggi karena percampuran massa air pantai dan lepas pantai dan akibat pendinginan. Perlu ditekankan kembali disini ada dua proses yang menyebabkan bertambahnya densitas di daerah central yaitu proses pendinginan dan efek cabeling.
4.  Perbedaan kapasitas panas akibat slope dasar perairan dapat menimbulkan gradien temperatur dalam arah horizontal yang kemudian memicu timbulnya arus densitas karena adanya gradien horizontal dari densitas.
Pada skala kecil diperairan pantai yang dangkal dimana efek coriolis dapat diabaikan, proses pemanasan pada musim panas dan pendinginan pada musim dingin dapat menimbulkan arus densitas yang arahya berlawanan (Gambar 6).
Foto_7_110509

Gambar 7 Arus Densitas Akibat Efek Kumulasi Panas Karena Kondisi
Topografi Perairan
Pada musim panas, air didekat pantai karena lebih dangkal, akan lebih hangat dari pada air dilepas pantai, sehingga muka air di pantai lebih tinggi dari pada muka air di lepas pantai. Akibatnya terbentuk arus densitas yang bergerak ke lepas pantai di lapisan permukaan, dan kekosongan massa di dekat pantai akan diisi oleh air dingin dari lapisan dalam.
Sebaliknya, pada musim dingin, air di dekat pantai lebih dingin daripada di lepas pantai, sehingga muka air di pantai lebih rendah daripada di lepas pantai. Akibatnya, terbentuk arus densitas yang bergerak dari lepas pantai ke arah pantai dan kemudian turun (sinking) ke lapisan dalam.
Di kedua kasus diatas arus densitas terbentuk akibat akumulasi atau pelepasan panas didekat pantai (karena kondisi topografi di pantai). Bila pengaruh coriolis tidak dapat diabaikan, maka arus densitas yang terbentuk di suatu teluk yang cukup lebar misalnya, membentuk suatu sirkulasi arus yang berlawanan dengan arah putaran jarum jam (pada musim panas). Efek pemanasan yang kuat pada musim panas membentuk slope muka air di sisi kiri (barat) dan sisi kanan (timur) teluk yang menurun kebagian pusat (central). Akibat keseimbangan gaya gradien tekanan dan gaya coriols terbentuk sirkulasi arus permukaan yang arahnya berlawanan dengan arah putaran jarum jam (lihat Gambar 8).
Foto_8_110509

Gambar 8. Sirkulasi Arus Densitas Disuatu Teluk Yang Lebar
Catatan tambahan :
Untuk kasus tanpa coriolis di musim dingin, sirkulasi arus yang terbentuk polanya berlawanan dengan pola sirkulasi arus di estuari (lihat Gambar 9).
Foto_9_110509

Gambar 9. Sirkulasi Arus Densitas Di Perairan Pantai Yang Dangkal Pada Musim Dingin Dan Sirkulasi Di Estuari

5.  Magnitudo difusifitas vertikal bergantung pada magnitudo atau kekuatan arus pasut. Kekuatan arus pasut berperan dalam percampuran vertikal, sehingga difusifitas vertikal bergantung pada kekuatan arus pasut. Kekuatan arus pasut bervariasi secara horizontal. Arus pasut akan kuat di daerah yang sempit dan dangkal. Karena kekuatan arus pasut bervariasi dalam arah horizontal maka difusivitas vertikal juga bervariasi secara horizontal. Difusivitas vertikal akan menentukan stratifikasi kolom air. Pada musim panas stratifikasi yang kuat terjadi pada daerah dimana arus pasutnya lemah (percampuran kecil). Sebaliknya pada daerah dimana arus pasutnya kuat seperti di selat terjadi percampuran secara vertikal sehingga stratifikasinya lemah dan bisa menjadi homogen (Gambar 9). Densitas lapisan permukaan di daerah yang terstratifikasi kuat akan lebih rendah dari pada densitas lapisan permukaan didaerah dengan stratifikasi yang lemah (terjadi percampuran vertikal).
Foto_10_110509
Gambar 10. Kolom air yang terstratifikasi kuat dan terstratifikasi lemah
Karena terdapat gradien densitas horizontal diantara daerah dengan stratifikasi yang lemah dan daerah dengan stratifikasi yang kuat, maka kondisi ini mengakibatkan terbentuknya arus densitas yang bergerak dari daerah dengan stratifikasi kuat  (muka air tinggi) ke daerah dengan stratifikasi lemah (muka air rendah). Front pasut (tidal front) terbentuk didaerah transisi diantara daerah yang terstratifikasi kuat dan daerah yang tercampur sempuran secara vertikal.

Sumber:
Prof., Dr., Safwan Hadi

Ekman Spiral


Ekman spiral merujuk ke struktur arus atau angin di dekat garis batas horisontal  yang arah alirannya berputar dan bergerak menjauh. Istilah Ekman Spiral ini berasal dari seorang ilmuwan kelautan Swedia yang bernama Vagn Walfrid Ekman. Defleksi dari arus permukaan pertama kali ditemukan oleh  ilmuwan oseanografi  Norwegia yang bernama  Fridtjof Nansen ketika berlangsungnya ekspedisi Fram (1893-1896).Efek dari Ekman Spiral ini adalah akibat efek Coriolis yang menyebabkan benda dipaksa bergerak ke kanan pada belahan bumi utara dan ke arah kiri pada belahan bumi selatan. Dengan demikian ketika angin berhembus pada permukaan laut di belahan bumi utara, arus permukaan bergerak kearah kanan dari arah angiin.
Ekman Spiral
Diagram yang di sebelah kanan menunjukkan gaya yang terkait dengan Ekman spiral. Gaya yang bekerja di atas permukaan yang diberi warna merah (sebagai akibat adanya hembusan angin di permukaan air),  gaya Coriolis (di sudut kanan dari gaya yang bekerja di atas permukaan air)  berwarna kuning, dan resultan perpindahan (arus) berwarna merah jambu, yang kemudian menjadi memberikan pengaruh pada lapisan di bawahnya, dan secara gradual membentuk spiral secara bertahap searah jarum jam dengan gerakan ke arah bawah.
Referensi :
http://www.answers.com/topic/ekman-spiral
http://www.ilmukelautan.com


    Selasa, 15 November 2011

    Oseanografi Angkatan 2008

    Oseanografi 2008










    Program Studi Oseanografi Undip

    1.         Perguruan Tinggi                          : Universitas Diponegoro Semarang
    2      Fakultas                                      : Perikanan dan Ilmu Kelautan
    3.     Jurusan                                        : Ilmu Kelautan 
    4.     Program Studi                             : Oseanografi
    5.         Program diakreditasi oleh             : BAN-PT (Terakreditasi B)
    6.         Gelar lulusan                                : S. Kel.
    7.         Nama Program Studi                   : Oseanografi


    Program Studi Oseanografi (PS. OSA) Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPK) Universitas Diponegoro didirikan berdasarkan Surat Ijin Pendirian No 2282 / D / T / 2001 Tanggal 4 Juli 2001. Pada tahun 2001 PS. OSA menerima mahasiswa baru dengan sistem penerimaan seleksi lokal, sedangkan tahun 2002 masuk kedalam Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Regional II. Sebelum berdiri sendiri dosen-dosen Oseanografi berada pada Laboratorium dan Konsentrasi Bidang Keilmuan Oseanografi, di bawah naungan, Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.
                Cikal Bakal Jurusan Ilmu Kelautan adalah berdirinya Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 1023/D/Q/1985, tanggal 6 Juni 1985, tentang pendirian Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan di Universitas Diponegoro, bersama-sama dengan lima Universitas yang lain, yaitu Universitas Riau, Institut Pertanian Bogor, Universitas Hasanuddin, Universitas Samratulangi dan Universitas Patimura. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan Universitas Diponegoro berdiri berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 54/Dikti/Kep./1987 dibawah pengelolaan Badan Pengelola Program Studi Ilmu Kelautan dan pembinaan Fakultas Peternakan, yang selanjutnya berubah menjadi Program Studi Ilmu Kelautan berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 24/Dikti/Kep./1988. Pada Tahun 1994, Program Studi Ilmu Kelautan berkembang menjadi Jurusan Ilmu Kelautan, dibawah naungan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, bersama-sama Jurusan Perikanan yang dipindahkan dari Fakultas Peternakan, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0181/O/1994, tanggal 25 Juli 1994. Jurusan Ilmu Kelautan sendiri selanjutnya diresmikan berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 195/Dikti/Kep./1995.
                Perkuliahan dan Praktikum Program Studi Oseanografi (PS. OSA) dilaksanakan di Kampus Jurusan Ilmu Kelautan, Jl. Prof. Soedarto, SH., Tembalang, Semarang. Ruang kuliah Program Studi Oseanografi (PS. OSA) adalah TB. 304 dan OSA 101 (masing – masing berkapasitas 60 mahasiswa). Laboratorium untuk Praktikum dan Penelitian dilaksanakan di KLT 101 serta Laboratorium Komputasi dan Modelling di TB 205 dan TB 305 ( berkapasitas komputer masing – masing untuk 20 mahasiswa )

    Visi

                Visi Program Studi Oseanografi, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPK) Universitas Diponegoro berdasarkan pada visi serta pola ilmiah pokok Universitas Diponegoro yaitu Pengembangan Wilayah Pesisir (Coastal Eco Development).
    Visi Program Studi Oseanografi adalah Pada tahun 2020 menjadi program studi penyelenggara pendidikan tinggi oseanografi yang unggul dan berkelas dunia.

     Misi

    Misi Program Studi Oseanografi

    1.    Menyelenggarakan proses pendidikan terbaik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni pada bidang oseanografi
    2.    Melaksanakan penelitian dan publikasi ilmiah yang professional sebagai sumbangan terhadap perkembangan ilmu dan teknologi bidang oseanografi
    3.    Menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan bidang oseanografi
    4.    Melakukan evaluasi secara regular untuk meningkatkan kualitas, otonomi, akuntabilitas dan akreditasi program studi

    Kerjasama dan kemitraan
    Kerjasama dan kemitraan dengan institusi lain dalam pengelolaan Program Studi Oseanografi dilakukan untuk memperkuat jaringan kerja, memperluas akses informasi dan mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dijumpai oleh program studi dalam proses belajar mengajar, penelitian, pengabdian kepada masyarat maupun pengembangan keilmuan maupun wawasan.
    Upaya pengembangan kerjasama pengembangan kurikulum, keilmuan dan proses belajar mengajar telah dilakukan dengan Institut Teknologi Bandung ( Program Studi Oseanografi ), Balai Penelitian Kelautan, Universitas Gadjah Mada, Badan Penelitian dan Penerapan Teknologi (BPPT), P3O LIPI, Balai Penelitian dan Pengembangan Dinamika Pantai (BPDP) Yogyakarta. Selanjutnya Komunikasi Keilmuan serta Pertukaran Pelajar dilakukan dengan National University of Singapore ( NUS ). Rukyus University (Jepang), Tohuku University (Jepang), Sydney University (Australia), Boston University Marine Program (USA), Trondheim University (Norway), dan University of La Rochelle (Perancis). 
    Pengembangan dan kerjasama dalam bentuk pemberian kesempatan magang maupun Kuliah Kerja Lapangan telah dilakukan dengan PT. Freeport, PT Newmont, PT. Pupuk Kaltim, Sea and Land Technology Ltd Singapore, Maritime Port Authorithy (MPA) Singapore, Sea Corm Bali, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Laut (BAKOSURTANAL), DISHIDROS-TNI AL,.
    Sedangkan pengembangan kerjasama dalam bentuk pengembangan program dan observasi lapangan serta layanan umum telah dilakukan dengan beberapa konsultan.